Ramlah Binti Abu Sufyan (Ummu Habibah)

"I’m a proud Muslimah as a servant of Allah and I’m not celebrating Valentine".

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu’alaykum wr.wb., Good Readers fillah. Semoga brur-sist semua selalu dalam lindungan Allah dan diberi kesehatan. Allahumma aamiin. 

Kali ini kita akan masuk ke serinya Ummahatul Mu’minin ke-9 (sembilan). Beliau adalah anak dari salah satu orang yang dulunya sangat memusuhi Rasulullah. Punya pengalaman pilu juga. Namun karena keimanan beliau kepada Allah dan kesabaran atas ujian yang Allah berikan, beliau Allah beri hadiah dan keberkahan dari keimanannya yang sangat besar. Apa itu ? kuy gas bahas bareng.


Ummul mu’minin yang satu ini bernama Ramlah, anak dari Abu Sufyan. Beliau memiliki kuniah atau julukan Ummu Habibah. Berdasarkan sumber, disebutkan bahwa nasab Ummu Habibah merupakan nasab yang terdekat kepada Rasulullah dibanding isteri-isteri yang lain. Posisi beliau masih tergolong sepupu Rasulullah.


Bapak dari Ummu Habibah adalah orang yang bener-bener memusuhi Islam, Rasulullah dan sahabat saat di Makkah. Bahkan ngga sungkan mengejek Rasulullah, berkonspirasi untuk memusuhi muslimin dan merampas harta benda orang yang convert dari paganis menjadi muslim.


Perampasan harta benda oleh Abu Sufyan and the gang dilancarkan ketika sahabat-sahabat Rasulullah pergi ke Habasyah. Di dalam rombongan Hijrah yang pertama ini, ikut bergabung Ummu Habibah, putrinya sendiri dan Suaminya, Ubaidullah bin Jahsy. Meski kemudian pada Pembebasan Makkah (Fathul Makkah), Abu Sufyan masuk Islam bersama istrinya Hindun binti ‘Utbah.


Bagi Kafir Quraisy darah dan harta orang yang meninggalkan sesembahan-sesembahan mereka itu halal. Boleh diambil, boleh direnggut meski dengan cara paksa. Sampai akhirnya gelombang penyiksaan di Makkah sudah berada pada puncaknya, izin hijrah dari Allah turun dan Rasulullah mengarahkan sahabat untuk pergi Ke Etiopia (dulu namanya Habasyah).


Ketika itu Habasyah berada di bawah kepemimpinan Raja adil bernama Najasy yang merupakan Ahlul Kitab karena beriman pada apa yang diturunkan ke Nabi Isa Alaihissalam.


Belum lama berada di Habasyah, Ummu Habibah yang sudah jauh dari keluarga, hanya tinggal di lingkungan kecil masyarakat Muslim, ditinggal murtad oleh suaminya yang keluar dari Islam menjadi Nasrani. Akhirnya Ummu Habibah semakin terasing dan seorang diri.


Padahal ketika Ja’far menjelaskan perihal Islam dan melalui awal surat Maryam yang dibacakan olehnya, Raja Najasy menjadi yakin bahwa risalah ini seperti apa yang dibawa Isa putra Maryam dan bersumber langsung dari Allah untuk para utusan-Nya. Sehingga Raja Najasy beriman juga kepada Rasulullullah saw.


Namun kegelapan menyelimuti hati Ubaidillah hingga ia menjadi kafir setelah beriman. Setelah mengetahui kemurtadan Ubaidillah, Rasulullah mengirim utusan pada Raja Najasy yang berisi pinangan beliau kepada Ummu Habibah.


Melalui budak perempuannya, Raja Najasy menyampaikan kabar gembira ini kepada Ummu Habibah. Duka dan gundah pun bergulir menjadi bahagia tiada kira.


Well Guys, pernikahan ini merupakan pernikahan jarak jauh. Jadi Rasulullah berada di Makkah, sedangkan Ummu Habibah di Habasyah. Raja Najasy lah yang menikahkan Rasulullah dengan Ummu Habibah dan disaksikan oleh seluruh sahabat yang ikut hijrah.


Untuk di beberapa daerah atau pada beberapa orang, pernikahan seperti ini sudah biasa. Calon suaminya dimana, calon isterinya juga dimana. Jadi ngga di satu tempat gitu. Namun tetap sah. Karena memenuhi rukun dan syarat dari pernikahan itu sendiri.


Saya ingat ceritanya Ustadz Hanan Attaqi yang mirip kondisinya seperti Rasulullah dan Ummu Habibah. Dalam salah satu ta’lim pemuda hijrah, Ust. Hanan cerita, saat akan menikah dengan Ustadzah Hanin, beliau tidak berada di satu tempat. Setelah akad nikah dilangsungkan, ustadzah Hanin dikabarkan bahwa akad sudah berlangsung dan beliau sudah sah menjadi isteri dari Ustadz Hanan. Sedikit selingan saja ya. Sip, back to content. Go go go!


Adapun mahar yang diberikan oleh Rasulullah kepada Ummu Habibah sangat besar, berbeda dari mahar-mahar Ummahatul Mu’minin yang biasanya, yaitu sebanyak 400 dirham ditambah beberapa perlengkapan rumah tangga, kecuali Sayyidah Khadijah dengan 25 unta merah.


Sedangkan mahar untuk Ummu Habibah adalah 10x mahar Ummahatul Mu’minin pada umumnya, yaitu sebanyak 4000 dirham atau 400 dinar ditambah banyak hadiah yang disiapkan oleh Raja Najasy.


Sepulang dari Hijrah ke Habasyah Ummu Habibah tinggal bersama Rasulullah dan ikut ke Madinah. Di Madinah pernah Abu Sufyan yang belum berislam mengunjungi anaknya saat ingin mengadakan perjanjian ulang pasca dilanggarnya perjanjian atau klausul Hudaibiyah oleh orang Quraisy.


Tidak mendapat angin segar, kedatangan Abu Sufyan kepada Ummu Habibah bermaksud agar Ummu Habibah luluh dan mau membujuk Rasulullah. Akan tetapi dengan keimanan Ummu Habibah, maka beliaupun teguh pada keputusan yang diambil oleh Rasulullah dan tidak lagi menuruti keinginan bapaknya yang kafir.


Namun gais, adab dan akhlak Ummu Habibah sebagai anak kepada bapaknya yang masih kafir ketika itu tetap dijaga. Beliau menegur dan menolak permintaan yang tidak sesuai syariat Islam dengan cara yang ahsan atau baik sebagai wujud baktinya pada orang tua. Jadi inget ya, meski orang tua kafir tapi adab tetap dijaga dan perintah Allah diatas segalanya.


Yang kita ingkarin atau kita selisihin hanya kekafirannya saja. Bukan orangnya. Yang kita benci hanya perilakunya saja bukan orangnya. Karena kita tidak tahu apakah dia yang saat ini menjadi musuh kita, kedepannya akan Allah beri hidayah atau tidak. Bisa jadi dua rakaat solat dan doa yang dia lantunkan lebih dahsyat di hadapan Allah dibanding keimanan kita. Bisa jadi juga keislaman dia lebih Allah cintai daripada keislaman kita. Wallahu a’lam.


Semasa hidup Ummu Habibah senang solat malam dan puasa, meski sepeninggal Rasulullah saw. Ummu Habibah berusia panjang sampai pada pemerintahan saudaranya, Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang mendapat julukan Khalul Mu’minin (Pamannya orang-orang beriman). Ummu Habibah meninggal dunia tahun 44 Hijriah. Beliau berpesan dan meminta maaf kepada Sayyidah ‘Aisyah serta Ummahatul Mu’minin lainnya.


Maasyaa Allah banget kisahnya beliau. Satu hal yang digaris bawahi di kisah beliau ini adalah keteguhannya. Beliau gak oleng brur-sist saat Bapaknya nyuruh balik jadi paganis. Bahkan saat suaminya murtad dari Islam. Tetep teguh gitu. Satu lagi. Ketika kita ninggalin sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang jauhhhh lebih baik dan tidak disangka.


Semoga ada hikmah yang bisa diambil ya dari kisah beliau. Barakallahu lii wa lakum. Kebaikan yang ada semuanya dari Allah dan kekurangan, kekeliruan atau miskinnya pembahasaan murni dari diri yang faqir ini. Al-Haqq min rabbikum, fala takunanna minal mumtarin. Wassalamu’alaykum wr.wb.


Salam,

Nadya.

Komentar