Bismillah,
Assalamu’alaykum wr.wb Good Readers. Welcomeback to my site. Nice
to see you again. Semoga Allah mengaruniai kita kesehatan, keberkahan umur
dan Ilmu ya, Allahumma aamiin.
Ngga
kerasa nih udah masuk kisah Ummul Mu’minin ke-11 and today is the last day
in February. Hope we could be better in March insyaa Allah. Nah,
sebelumnya mau sedikit share dulu. Kalau berdasarkan sumber, memang
total Ummahatul Mu’minin yang tercatat menjadi isteri Rasulullah saw ada 11. Termasuk
Ummi kita yang akan kita bedah sedikit kali ini.
Namun
sebenarnya masih ada satu lagi yang tinggal bersama Nabi dan memberikan
keturunan untuk beliau saw, selain Sayyidah Khadijatul Kubra. Pekan depan kita
bahas insyaaAllah. Hehe, semoga ga kentang (kena tanggung). So, wait for it
yap.
Go go
go. Well prolog dulu, Ummi kita ini selain cantik parasnya, akhlaqnya juga ga
kalah cantik. Ibadahnya kepada Allah dan ketaatannya kepada Rasulullah sangat
tinggi. Meski Rasulullah bukanlah suami yang pertama bagi beliau.
Sebelumnya
beliau sudah pernah dua kali menikah. Pertama dengan Mas’ud bin Amr
Ats-Tsaqafi. Akan tetapi pernikahannya kandas. Beliau bercerai. Kemudian menikah
lagi dengan Abu Ruhm Bin Abdul Uzza. Namun usia Abu Ruhm tidak panjang. Sehingga
Ummi kita menjada. Akan tetapi dalam sumber rujukan disebutkan bahwa Ummi kita
sangat optimis akan mendapatkan pengganti yang jaauuh lebih baik dari kedua
suami sebelumnya. Meski tidak terbayang siapa dia. (haha jangan nyengir jombs,
teringat pengalaman pribadi ya, kidding).
Ada poin
yang mau saya notice dulu nih. Sikap optimisnya beliau. Yakin kepada
Allah bahwa nanti pasti akan diganti dengan yang lebih baik. Meski lihat deh,
Ummi kita belum tau siapa gerangan dia yang akan Allah berikan. Tapi yakin-nya
ini loh. Termasuk ke dalam Iman kepada Takdir Allah. See, ini bagian
dari Rukun Iman, kan ?
Makanya
dear my brur-sist fillah (also myself
hihi) bersabarlah dalam hal apapun itu dan percaya kalau Allah PASTI akan
memberikan yang TERBAIK. Selama kita percaya sama Dia dan tidak menyalahi
perintah-Nya. Kalau kata Ustadzah Prof. Riri, semua takdir Allah baik. Tinggal gimana
cara kita melihat, mengobservasi lalu bersyukur. #Lanjut
Beliau
adalah Sayyidah Maimunah anak dari Harits Al-Hilaliyyah. Orang tua beliau
sangat beruntung karena anak-anaknya memiliki hubungan kekeluargaan dengan
Rasulullah saw. Jadi, para mantunya adalah orang-orang mulia di Sisi Allah.
Siapa aja sih ?
Sayyidah
Maimunah setelah penantiannya menikah
dengan Rasulullah saw dan otomatis dapet status sebagai Ibunya orang-orang
beriman. Lalu tiga saudarinya merupakan isteri dari paman-paman dan sepupu Nabi
saw.
Ummul
Fadhl adalah Isteri dari Abbas Bin Abdul Muthalib, Salma binti Umais adalah
isteri dari Hamzah Bin Abdul Muthalib dan Asma’ binti Umais adalah isteri dari
Ja’far bin Abu Thalib. Maa syaa Allah, maka tak heran bahwa penduduk Quraisy
menyebut bahwa Hind Binti Auf Ibu dari Sayyidah Maimunah diliputi banyak
keberkahan dilihat dari keluarga besannya tersebut.
Rasulullah
pernah menjamin bagaimana keimanan Sayyidah Maimunah dan saudari-saudarinya
melalui sabda beliau “Empat wanita bersaudara; Maimunah, Ummul Fadhl, Salma
dan Asma’ binti Umais –saudara seibu mereka– adalah wanita-wanita mu’minah”.
Masih
dalam nasab, Sayyidah Maimunah juga merupakan bibi dari Syaifullah (Pedang
Allah yang terhunus) Khalid Bin Walid yang tidak perlu dipertanyakan lagi
sepak-terjangnya dan keluarbiasaannya dalam kancah peperangan.
Dalam
hal menyambut seruan Islam, Sayyidah Maimunah tergolong yang awal menyambut
seruan Rasulullah saw. Beliau ikut merasakan suka-duka dan tekanan di masa-masa
awal keislaman Makkah. Hingga akhirnya pada Umrah Qadha, yaitu Umrah yang
Rasulullah dan para Sahabat lakukan setelah dilanggarnya perjanjian Hudaibiyah
oleh kafir Quraisy, datanglah pinangan dari Rasulullah saw melalui Ja’far Bin
Abu Thalib.
Terdapat
perbedaan pendapat kapan pastinya dan di mana Rasulullah menikahi Sayyidah
Maimunah. Pendapat pertama menyebutkan bahwa Rasullah saw menikahi beliau
ketika sudah menyelesaikan Ihram (dalam kondisi halal atau tidak berihram).
Pendapat
kedua menyatakan bahwa Rasulullah menikahi beliau disaat masih berihram. Tapi pengecualian
ini hanya berlaku bagi Nabi saw saja. Karena sebagaimana yang kita ketahui
bahwa seorang muslim tidak boleh menikah dalam keadaan ihram.
Setelah
itu Sayyidah Maimunah diboyong ke Madinah bersama Rasulullah untuk memasuki
komplek Ummahatul Mu’minin di sekitar Masjid Nabawi. Dari sini beliau banyak
belajar langsung dari Nabi saw terkait Iman, Islam dan muamalah.
Dalam
menegakkan hukum Allah Sayyidah Maimunah sangat tegas. Pernah ada orang yang
ingin masuk ke rumah beliau lalu tercium bau miras dari tubuhnya, seketika
Sayyidah Maiumunah mengusirnya, menyuruh ia menyerahkan diri pada petugas untuk
dihukum cambuk dan mengancam tidak mengizinkan orang tersebut masuk jika masih
ber-miras-ria.
Jadi
gitu gais. Tegas dalam berhukum. Karena sudah sangat jelas bahwa minuman keras
(miras) atau khamr adalah sumber dari segala kemaksiatan. Pernah denger cerita
seorang mu’min (laki-laki) yang dijebak oleh seorang pelacur lalu pelacur itu
menawarkan tiga pilihan.
Pertama
membunuh, kedua berzina dengan pelacur tersebut atau ketiga meminum miras. Menganggap
dua pilihan pertama adalah dosa besar, maka mu’min ini memilih nomor tiga. Namun
ternyata ketika dia mabuk, justru dia melakukan dua pilihan lain. jadi
lengkaplah kezhaliman yang dilakukannya. Maka hati-hati terhadap penyebabnya
tersebut.
Dari
miras seseorang bisa (maaf sebelumnya) membunuh, memperkosa, mencuri dan
lain-lain. Bahaya banget ya. Makanya kalau ada regulasi yang melegalkan minuman
keras di Indonesia maupun dunia, sebagai seorang muslim yang sudah paham
bagaimana buruknya miras dan bagaimana miras bisa menghancurkan generasi kita,
sikap yang paling tepat adalah menolak dan menghentikan peredarannya. #Lanjut
Menjelang
penghujung usia Rasulullah saw, kondisi kesehatan beliau semakin memburuk. Ketika
itu Rasulullah saw berada di rumah Sayyidah Maimunah. Seluruh kerabat dan
isteri beliau merawatnya dan memberikan obat-obat herbal kepada beliau. Namun Rasulullah
saw sudah tahu bahwa sakitnya beliau adalah sakit yang Allah takdirkan sebagai
tanda bahwa beliau akan kembali kepada Allah.
Sepeningal
Rasulullah saw, Sayyidah Maimunah sangat bersedih. Namun kesedihannya tidak
membinasakan dirinya dan tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang Mu’minah
yang taat kepada Allah. Beliau teguh melaksanakan shalat dan puasa. Beliau juga
menyampaikan hadits-hadits Rasulullah saw kepada kerabat dan menjawab
orang-orang yang bertanya kepada beliau.
Hingga
beberapa saat sebelum kembali kepada Allah, Sayyidah Maimunah yang ketika itu
berada di Makkah merasa waktunya tak lama. Beliau minta dibawa ke luar Makkah
karena pernah mendengar Rasulullah berkata kalau beliau tidak meninggal di
Makkah.
Keluarga
Sayyidah Maimunah membawa beliau keluar Makkah, hingga sampai di Quba, daerah
Sharf, Sayyidah Maimunah menghembuskan napas terakhir. Beliau berpulang ke
Rahmatullah pada tahun 51 Hijriyah. Sayyidah Aisyah mengatakan bahwa diantara
isteri-isteri Nabi saw, Sayyidah Maimunah merupakan salah satu yang paling
bertakwa dan paling menyambung tali kekeluargaan.
Kisah
Sayyidah Maimunah merupakan penutup kisah Ummahatul Mu’minin gais. Jadi total
Isteri Rasulullah menurut sumber yang saya baca adalah sebelas. Dua diantaranya
meninggal dunia sebelum Rasulullah (Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan Sayyidah
Zainab binti Khuzaimah) dan sembilan diantaranya meninggal setelah Rasulullah. Meski
demikian, Rasulullah saw masih punya banyak sahabat dari kalangan perempuan yang
inspiring juga.
Maasyaa
Allah, Tabarakallah. Keren banget kisah beliau. Bisa loh tetap tegas dalam
menyikapi kemungkaran namun terhadap keluarganya termasuk orang yang
berkasih-sayang bahkan menyambung kekerabatan.
Oiya
terkait jumlah isteri, sebelas itu hanya untuk Nabi saw. Kalau kamu bukan Nabi
saw dan pastinya bukan Nabi, karena sudah tidak ada lagi Nabi setelah Rasulullah
saw dan Beliaulah penutup risalah serta nubuwah, maka maksimalnya hanya empat. Itupun
hanya dan hanya jika kamu mampu, dalam nafkah lahir, batin dan bisa berlaku
adil.
Semoga
kita bisa meneladani sifat dan sikap maupun keimanan Sayyidah Maimunah, ya.
Allahumma aamiin. Terima kasih Good Readers sudah membaca sampai akhir. Mohon
maaf kalau akhir-akhir ini sering lebih malam posting nya. Maaf juga
kalau mungkin ada kekeliruan, brur-sist fillah bisa memberi koreksi atau
masukan dalam kolom komentar atau kontak pribadi.
Sampai
jumpa di kisah shahabiyah non-Ummahatul Mu’minin pekan selanjutnya. Barakallahu
lii wa lakum. “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan
jalan keluar baginya (QS. 65:2). Wassalamu’alaykum wr.wb.
Salam,
Nadya
Komentar
Posting Komentar