Well,
masih dalam serinya Ummahatul Mu’minin, kali ini kita akan kenalan sama umi
kita yang sangat ceria (mungkin tipe kepribadian beliau sanguinis kali ya 🤠jago bercanda juga,
periang dan menyenangkan lah. Saya mengutip ini dari testimoninya Sayyidah
Aisyah. Jadi untuk akhwaters fillah yang periang, suka bercanda bisa nih ngejadiin
umi kita yang satu ini sebagai role model atau panutan.
Secara
nasab Sayyidah Juwairiyah adalah anak dari pemimpin Bani Muthaliq yang bernama
Harits bin Abu Dhirar. Beliau lahir 14 tahun sebelum hijrah. Ok kita bedah kuy
selisih usianya sama Rasulullah.
Rasulullah
itu di Makkah selama 13 tahun dan setelahnya hijrah (masuk ke periode atau fase
Madinah). Sedangkan beliau diangkat menjadi Rasul di usia 40 tahun. Jadi usia
Rasulullah ketika Hijrah ke Madinah kurang lebih 53 tahun. Berarti beda usia
Sayyidah Juwairiyah dengan Rasulullah adalah 39 tahun ya gais.
Rasulullah
terlibat perang dengan Bani Musthaliq tahun 5 hijriyah yang berarti usia beliau
58 tahun. setelahnya beliau menikahi Sayyidah Juwairiyah. Jadi Sayyidah
Juwairiyah menikah dengan Rasulullah kurang lebih di usianya yang ke-19. Tapi memang
dulu budayanya itu menikah di usia muda. Karena tidak ada jenjang sekolah
seperti sekarang.
Ya kalau
pakai takaran sekolah formal wajib 12 tahun mah usia 19 tahun baru kuliah kali.
Tapi disini Sayyidah Juwairiyah sebelum menikah dengan Rasulullah juga sudah
pernah menikah. Kita pahami perbedaan budaya dulu dan sekarang ya. Supaya tidak
membandingkan yang tidak relevan dan jadi salah paham, hehe.
Suami
pertama Sayyidah Juwairiyah adalah Musafi’ Bin Shafwan, lelaki kaya dan
terpandang di kaumnya. Sama seperti sayyidah Juwairiyah yang secara nasab sudah
agung karena anak dari pemimpin kaum. Seperti anak kepala suku. Atau anak
presiden di negaranya lah ya. Pokonya anak pimpinan nomor satu di Bani
Musthaliq.
Dari
perawakan, beliau itu menawan, cantik dan menyenangkan. Makanya Sayyidah Aisyah
tidak suka pertama kali melihat beliau. Karena cemburu saat beliau ingin
menemui Rasulullah. 😂
Yuk
langsung kita simak beberapa fakta menarik dari Sayyidah Juwairiyah
Menjadi
Tawanan Perang Rasulullah
Dulu
setelah Rasulullah menegakkan pondasi Islam di Negara Madinah (buat piagam
Madinah atau Undang-Undang kenegaraan dan mempersaudarakan Muslim Muhajirin dan
Anshar –ini sering kita sebut taakhi-taukhti nih kalau di sekolah dan di kampus,
hehe –). Rasulullah pun mulai menyebarkan agama ke luar daerah dan sekitar
Madinah. Bani Musthaliq adalah salah satunya.
Harits
(bapak Sayyidah Juwairiyah) yang mengetahui serentetan kemenangan kaum muslimin
ketika itu merasa insecure kalau terus diam tanpa tindakan. Pilihannya dua.
Menyerahkan diri dan tunduk dalam Islam atau memerangi. Namun Harits lebih
memilih memerangi Rasulullah. Dengan semangat, Harits memboyong dan mengajak
koalisi sekutu-sekutu serta orang-orang yang simpati padanya untuk memerangi
Rasulullah.
Terkumpullah
satu pasukan Bani Musthaliq. Rasulullah yang mendengar kabar ini mengonfirmasi
dengan mengirim utusan dari Madinah untuk menemui Harits. Terkonfirmasilah bahwa
memang Harits berniat menyerang, sudah menyiapkan pasukan maupun perbekalan.
Rasulullah
juga bersiap-siap meladeni “inisiatif” Harits. Mata-mata Harits yang tertangkap
dibunuh oleh pasukan muslimin, sehingga tindakan ini menggentarkan hatinya dan
mulai timbul rasa takut.
Biasanya
saat perang Rasulullah menempatkan diri beliau dan sahabat di lokasi yang
strategis. Misalnya dekat dengan sumber air, tanahnya datar atau posisi beliau
dekat dengan jalan keluar atau dapat mengepung musuh. Keren deh pokonya
strategi perang rasulullah, ditambah yang bikin keren lagi itu aturan saklek
yang ga ngebolehin nyakitin perempuan, orang tua dan anak-anak, nyakitin ya
gais catet. Iya nyakitin aja ga boleh, apalagi sampai membunuh. Terus ga boleh
merusak kearifan lokal kaya tumbuhannya.
Kecuali
di salah satu peperangan dengan orang Yahudi. Karena pohon itu sengaja dijadiin
tempat sembunyi dan buat memanah/ melempar batu ke pasukan muslimin. Jadi sebagai
strategi perang, membuka lahan tersebut adalah pilihan terbaik untuk
menyelamatkan pasukan. Jadi diperbolehkan sebagai pengecualian. Nanti kita
ketemu case ini di kisahnya Ummul Mu’minin yang lain ya. Siapa sih ?
tungguin ajaa sampe masuk ke serinya hehe. Clue nya udah ada kalo mau
nebak duluan bisa tuh.
Rasulullah
berhenti di Muraisi’ (nama mata air di Bani Musthaliq), lalu menyerahkan panji
ke dua perwakilan. Abu Bakar dari pihak Muhajirin dan Sa’ad bin Ubadah dari
Anshar. Bani Musthaliq menyerang duluan. Lalu dirabat oleh Rasulullah dan
sahabat dengan serangan serentak.
Bani
Musthaliq kocar-kacir, diliputi ketakutan. Akhirnya semua harta, perbekalan,
anak, perempuan dan orang tua ditawan. Termasuk di dalamnya adalah Sayyidah
Juwairiyah. Suami beliau yang semangat memerangi Rasulullah meninggal dalam
peperangan dalam statusnya yang kafir.
Mencicil
Kemerdekaan Dirinya
Setelah
menjadi tawanan perang, Sayyidah Juwairiyah berada di bawah penguasaan Tsabit
bin Qais. Karena sebelumnya beliau adalah orang merdeka dan berkedudukan tinggi
di tengah kaumnya, maka beliau tidak rela dengan statusnya yang di bawah
penguasaan orang. Akhirnya beliau mencicil dalam jumlah tertentu sampai dirinya
bisa dibebaskan.
Jadi
misalnya kita jadi budak atau ditawan atau dalam penguasaan seseorang. Kita punya
hak untuk merdeka, tapi harus menebus dengan nominal tertentu. Makanya dulu ada
jual-beli budak. Ada kesepakatan antar yang punya budak dengan orang lain. ini
dulu ya. Sekarang udah ga berlaku. Ada sih, praktiknya. Tapi ILEGAL. See,
there still exist Human Trafficking in this world, even in 4.0 era.
Ga bisa
dipungkirin kan. Masih ada perdagangan manusia ? lebih jahat sih dari yang
dulu. Ketauan kalo dulu masih sah-sah aja. Nah ini ibaratnya udah diharamin
sama semua orang, mau muslim mau agama lain. Tapi masih aja dilakuin. Jahat
wey.
Ada juga
opsi lain dengan menebus dirinya sendiri kepada majikannya atau kepada orang
yang menaunginya sampai pada nominal tertentu. Kalau sudah tercapai, ya bebas. Merdeka.
Demikian
halnya Sayyidah Juwairiyah. Beliau mencicil kemerdekaannya. Namun pada cicilan
tertentu beliau sudah tidak sanggup bayar. Akhirnya beliau menyambangi
Rasulullah untuk minta diberi pinjaman atau dibantu bayar.
Nah disini
nih Sayyidah Aisyah ngeliat Sayyidah Juwairiyah dari balik jendela wkwk. Beliau
ngeliat gimana perawakan Sayyidah Juwairiyah secara langsung. Cantik, menawan
dan menyenangkan intinya. Perasaan Sayyidah Aisyah pun mulai ga enak karena tau
pasti Rasulullah sependapat dengan apa yang dilihat Sayyidah Aisyah dan
tertarik pada Sayyidah Juwairiyah. Akhirnya bener sih, Rasulullah menikahi
Sayyidah Juwairiyah kan. The power of insting perempuan haha debest.
Tapi
yang harus kita inget gais, Rasulullah menikah bukan karena kehendak beliau
sendiri. Pasti perintah Allah atau ada tujuan besarnya. Misalnya, karena posisi
Sayyidah Juwairiyah yang tinggi di mata kaumnya, dihormati, punya pengikut
(kaya influencer atau selebgram gitu lah) makanya punya kekuatan tersendiri.
Bisa mempengaruhi. Ibaratnya kalau ketua geng atau pentolannya bisa masuk Islam,
secara otomatis pengikutnya juga akan follow.
Setelah
Sayyidah Juwairiyah menyampaikan hajat minta bantuan untuk bayar pokok utang
buat nebus dirinya, Rasulullah pun bersedia. Namun terms & condition nya
lebih baik. Ga Cuma dibayarin, tapi Rasulullah juga meminang Sayyidah
Juwairiyah.
Secara
ekonomis ini sangat menguntungkan. Ibaratnya utangnya dibayar, kebutuhannya
kedepan ditanggung. Ditambah secara ukhrowis surga terjamin yekan. Jadi ibu
bagi seluruh orang-orang beriman juga. Dah itu mah keuntungan +++. Sayyidah
Juwairiyah menerima tawaran sekaligus pinangan Rasulullah saw sehingga berubah
statuslah beliau jadi istri nabi, ahlul bait dan Ummul Mu’minin sekaligus.
MaasyaaAllah Tabarakallah.
Berkah
Bagi 700 Kaumnya yang Dibebaskan Dari Tawanan Perang
Wait,
wait, keberkahannya ga cuma sampe dikeuntungan pribadi Sayyidah Juwairiyah
loh. Jadi, pascaperang jumlah tawanan dari Bani Musthaliq itu mencapai 700-an
orang. Dengan menikahnya Sayyidah Juwairiyah dan Rasulullah, maka Bani
Musthaliq secara status kekeluargaan menjadi besan Rasullah dan secara politik
menjadi sekutu dakwah.
Seluruh
tawanan akhirnya dilepaskan. Makanya kenapa Sayyidah Aisyah menuturkan kalau
masuknya Sayyidah Juwairiyah ke dalam Islam membawa berkah yang sangat besar
kepada kaumnya. Belum pernah Sayyidah Aisyah melihat yang seperti ini.
Larangan
Berpuasa Hari Jumat
Untuk
perkara ibadah dan ketaqwaan, levelnya istri Rasulullah saw mah gausah
dipertanyakan. Puqul rata semuanya suka solat, qiyamul lail, puasa dan sedekah.
Termasuk Sayyidah Juwairiyah. Pernah di suatu Jumat saat Rasulullah dateng,
Sayyidah Juwairiyah lagi shaum. Ditanya deh. Kok Shaum hari Jumat. Emang hari sebelumnya
puasa ? dijawab engga. Terus kata Rasulullah “besoknya mau puasa apa engga”. Dijawab
lagi ngga. Akhirnya disuruh buka puasa.
Gitu gais. Jadi kalau mau shaum atau puasa di hari Jumat, harus ada hari pengiringnya ya. Misal Kamis sama Jumat atau Jumat sama Sabtu. Pokonya ngga boleh puasa di hari Jumatnya doang. Salah satu alasannya adalah karena hari Jumat itu seperti Hari Raya bagi orang muslim. Ada juga sunnah-sunnah lain yang dianjurkan untuk dikerjakan tapi gabisa dilakukan ketika berpuasa. Kita bisa tahu ini lewat perantara Sayyidah Juwairiyah. Rahimahullahu ‘anha.
Dzikir
dan Sholat dari Pagi Sampe Siang
Lewat
poin ini kita juga jadi tahu gimana kemuliaan dan hubungan antara Sayyidah
Juwairiyah ke Allah. Pernah Rasulullah dateng pagi-pagi ke rumah Sayyidah
Juwairiyah. Ketika itu Sayyidah Juwairiyah lagi solat. Entah abis subuh atau
lagi dhuhaan. Ga lama Rasulullah pergi. Dateng lagi di pertengahan siang. Tapi Sayyidah
Juwairiyah masih dalam posisi duduk, solat dan dzikir tanpa jeda.
MaasyaaAllah.
Kebayang ? bisa dites nih. Ambil rata-rata, paginya jam 7 dulu ya. Duduk terus
deh, dhuhaan, dzikir, solat hajat dan lainnya non-stop sampe dzuhur. Sanggup ?
atau abis subuh jangan berenti, untuk solat syuruq, solat dhuha, solat hajat
dan dzikir. Bisa ? wkwk nah inilah kebiasaannya Sayyidah Juwairiyah. Kuat men. Beda
sama kita yang dua rokaat subuh aja bacanya triqul. Kalo ngga Al-ikhlas, Al-Falaq,
ya An-Nas. Haha. Eh maap, kita ? kamu kali .. wkwk kidding ya brur-sist.
Sampe
akhirnya di tengah siang itu Rasulullah sudah konfirmasi kalau memang dari pagi
yang Rasulullah dateng pertama Sayyidah Juwairiyah belum beranjak sama sekali
dari tempat solatnya. Akhirnya Rasulullah nyampein ke Sayyidah Juwairiyah yang
intinya, mau tau ngga ada pahala yang setara, bahkan lebih berat pahalanya dari
ibadah beliau pagi sampe siang ini.
Cukup
dengan baca “Subhanallah ‘adada khalqihi (Maha suci Allah
sebanyak bilangan makhluk-Nya), Subhanallah ridha’a nafsihi (Maha
suci Allah sebanyak keridhoan-Nya), Subhanallah midaada kalimatihi
(Maha suci Allah sebanyak tinta kalimat-kalimat-Nya)”.
Ada di
Al-Ma’tsurat nih gais. Baca tiap pagi dan petang tiga kali yaa kalau mau
ngerasain pahala kaya Sayyidah Juwairiyah tanpa harus duduk dari abis subuh
sampe dzuhur. Hehe. Skuy.
Sayyidah
Juwairiyah berumur panjang sampai 70 tahun dan sampai pada pemerintahan setelah
Khulafaur Rasyidin, yaitu Khilafah Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Allah menakdirkan
beliau di dunia sampai bulan Rabi’ul Awwal 50 Hijriah. Beliau dimakamkan di
Baqi’ bersama ahlul bait lainnya.
Banyak
banget ilmu yang kita dapet lewat perantara beliau. Semoga Allah selalu
merahmati Sayyidah Juwairiyah. Semoga kita juga dapat meneladani ketaatan,
kebaikan dan keceriaan beliau ya. Allahumma aamiin.
Terima
kasih sudah baca sampai akhir Good Readers. Barakallahu
lii wa lakum. Stay Health and Safe brur-sist fillah. See you
on next stories insyaaAllah. Wassalamu’alaykum wr.wb.
Salam,
Nadya
Komentar
Posting Komentar