Hafshah Binti Umar

Bismillah, Assalamu’alaykum wr.wb

Welcomeback Good Readers to my blog. Ahlan wa Sahlan...

Sejenak kita doakan saudara-saudara kita yang tertimpa musibah kecelakaan pesawat terbang Sriwijaya SJ 182, saudara seiman kita di Palestina, Suriah, Yaman dan dimanapun mereka berada.

Alhamdulillah ketemu lagi pekan ini, semoga di masa-masa pandemi yang belum bisa dipastikan kapan kesudahannya Allah tetap melindungi dan memberi kita, keluarga dan orang-orang tercinta nikmat sehat. Allahumma aamiin. Tetep jaga imun ya. Jangan lupa bahagia. Hehe. Positive thinking bisa men-drive diri kita untuk dapet positive vibes dan menstimulasi supaya lebih sehat loh.


Sip, next point, kita akan bedah sedikit kisah Ummul Mu’minin puterinya sahabat Rasulullah, Pemimpin orang-orang beriman, yang keislamannya dikatakan sebagai penaklukan, yang keislamannya membuat orang-orang Islam dapat lebih kuat dan bisa sholat langsung di depan Ka’bah. Seorang duta Quraisy dari Bani Adi yang fasih lisannya, tegas dan sangat adil. Al-Faruq adalah julukan mahsyur untuk beliau karena tidak ada kebenaran dan kebatilan kecuali menjadi jelas olehnya, beliaulah Umar bin Khaththab bapak dari Umul Mu’minin Hafhsah isteri Nabi.


Sayyidah Hafshah merupakan anak pertama Umar, sehingga Umar dipanggil Abu Hafsh (Bapaknya Hafshah). Sebenarnya hal ini menjadi titik terang untuk menepis kebohongan sejarah yang mengatakan Umar pernah mengubur hidup-hidup anak perempuannya. Karena berdasarkan riwayat terpercaya, Hafshah adalah anak pertama Umar yang tidak ada pendahulunya. Sedangkan Hafshah tetap hidup, bahkan menjadi isteri Nabi. Jadi dapat disimpulkan bahwa Umar tidak terikat tradisi jahiliah yang mengubur putrinya hidup-hidup karena anggapan memiliki anak perempuan adalah aib.


Sayyidah Hafshah lahir 5 tahun sebelum kenabian atau selisih 35 tahun dengan Rasulullah saw. memiliki ibu bernama Zainab binti Mazh’un, bibinya adalah Fathimah Al-Khathtab, pamannya adalah Zaid Al-Khaththab dan saudaranya adalah Abdullah bin Umar yang semuanya merupakan sahabat-sabahat Rasulullah yang istimewa. Demikianlah kedudukan keluarga Sayyidah Hafshah dalam Islam.


Sayyidah Hafshah adalah perempuan terdidik, pandai baca-tulis, fasih lisan dan Ilmunya. Beliau berguru pada Syifa binti Abdullah Al-Quraisyiyah Al-Adawiyah. Tak heran jika sahabat sepakat untuk menginventarisasi shuhuf Al-Qur’an yang waktu itu belum beberbentuk satu mushaf melainkan di berbagai tempat seperti kertas, tulang, kayu dan lainnya sampai pada ke khalifahan Abu Bakr Ash-shidiq setelah banyaknya Hafizh Quran gugur dalam perang Yamamah dan khawatir terhadap regenerasi Hafizh/Hafizhah sehingga suhuf-suhuf dikumpulkan. Lalu pada ke khalifahan Utsman bin Affan Al-Qur’an dibukukan dengan cara baca Quraisy dan disebut Al-Qur’an Utsmani.


Berbicara kisah hidup Sayyidah Hafshah akan selalu bersinggungan dengan Al-Quran Al-Karim karena memang beliaulah Sang Penjaga Al-Qur’an. Hatinya condong pada Al-Qur’an. Mencintai Al-Qur’an sebagaimana beliau mencintai yang merisalahkan Al-Qur’an karena Rabbnya saw. Yuk langsung simak fakta-fakta menarik dan penuh hikmah dari Umi kita yang satu ini.


Menjanda Diusia Muda dan Peran Bapaknya dalam Mengupayakan Pernikahan Selanjutnya

Hafshah pertama kali menikah dengan seorang sahabat Rasulullah yang berislam di masa awal. Beliaulah Khunais bin Hudzafah seorang lelaki solih dan baik perangainya. Hafshah bahagia hidup bersama Khunais. Ketika ada izin hijrah Hafsah termasuk orang yang ikut hijrah. Namun kebahagiaannya pudar ketika Khunais Syahid setelah perang Badr. Khunais dimakamkan di Baqi' bersama sahabat dan Ahlul bait atau keluarga Rasulullah saw.


Sepeninggal Khunais Hafshah sangat sedih dan kurang semangat hidup, namun dengan sigap dan paham kondisi anaknya, akhirnya Umar mencarikan lagi pasangan yang dapat mewarnai hari-hari Hafshah. Karena Khunais adalah laki-laki solih maka standar Umar tentu tidak akan turun dari Khunais. Umar mencari kriteria orang-orang di atas Khunais dalam hal keimanan dan kebaikan personalnya.


Umar pun mendatangi sahabat Rasulullah, yaitu Utsman bin Affan. Namun Utsman belum berkenan karena tidak memiliki hajat dan belum kepikiran menikah lagi. Setelah penolakan pertama, Umar menyambangi sahabat terbaik Rasulullah, yaitu bapaknya Ummul Mu’minin Sayyidah Aisyah. Beliau lah Abu Bakar Ash-Shidiq. Intinya sama, menawarkan Abu Bakar untuk menikahi Hafshah. Namun Abu Bakar diam 1000 bahasa. Tidak menanggapi Umar sama sekali, sehingga Umar pun tersinggung atas bungkamnya Abu Bakar. Lalu umar pulang, curhatlah kepada Rasulullah.


Rasulullah bersabda, bahwa Hafshah akan menikah dengan Laki-laki yang lebih baik dari Utsman dan Utsman akan menikah dengan perempuan yang lebih baik dari Hafshah.


Tak lama setelah itu sampailah pinangan Rasulullah saw kepada Hafshah melalui Umar. Pinangan tersebut menjadi hal yang sangat membahagiakan Umar karena Rasulullah adalah sebaik-baik laki-laki, sebaik-baik nabi dan beliau saw akan mengikat hubungan kerabat menjadi menantu Umar. Akhirnya menikahlah Hafshah dengan Nabi.

Setelah Hafshah dan Nabi berakad, Abu Bakar menemui Umar dan meminta maaf atas ketersinggungan Umar saat Abu Bakar diam. Hal tersebut Abu Bakar lakukan karena tahu bahwa Nabi telah menyebu-nyebut Hafshah dan Abu Bakar tidak ingin menyebarkan rahasia Nabi.


Dari hal ini kita dapat ambil pelajaran bahwa sebagai orang tua, kita memiliki tanggung jawab untuk membantu mencarikan pasangan hidup anak kita kelak yang sesuai dengan kriteria Allah dan Rasul-Nya. Sehingga dapat dipertahankan keturunan yang baik dan Solih. Bukan hanya mendikte atau justru membiarkan anak kelak memilih “serampangan” dan “sembarangan”. Bisa banget kita contoh kisahnya Umar.


Meski demikian, untuk para akhwat jangan minta dicarikan yang teman atau sepantar Bapak kita ya wkwk, beda cerita soalnya. Intinya jangan dibandingin sama nabi haha, ya tau lah beliau mah sempurna dan cuma beliau aja, makanya nanti banyak kecewa.


Karena kalau masih muda, sepantar kita atau ya selisih yang masih cukup wajar cenderung lebih nyambung, pada gelombang frekuensi yang tak jauh, makanya klik atau sekufu lah. Ngga ngelantur kalau ngobrol, bisa ngalir kalo diajak guyon. Tapi kalau bersedia dan terdapat hal baik yang menjadi added value pada diri beliau ya kembali lagi pada diri antum. Karena kalau kata Gurunda saya, menikah juga tentang selera. Tinggal suka atau tidak suka saja setelah keimanan yang pasti jadi kriteria mutlak.


Satu pesan lagi untuk orang tua, senerima apapun kita terhadap seorang pemuda yang sudah diproyeksikan sebagai menantu idaman, tetap tanya kesediaan putri kita. Karena dialah yang akan menjalani hidupnya bersama lelaki tersebut. Dari kisahnya Umar, memang Hafshahnya mau. Yaa siapa lah ya yang ga mau sama orang sekeren Nabi saw. harus saling komunikasi pokonya antar anak dan orang tua.


Hafshah Seorang Pencemburu

Nabi menikahi Hafshah pada tahun 3 Hijriyah sebelum Perang Uhud dengan mahar 400 dirham. Di dalam rumah tangga nabi, Aisyah menuturkan bahwa kedudukan Hafshah seperti dirinya (sama-sama anak sahabat Rasulullah). Selayaknya manusia biasa, Hafshah juga memiliki rasa cemburu seperti Aisyah. Pada tragedi madu yang diberikan Ummul Mu’minin Zainab binti Jahsy kepada Rasulullah, tokoh besar yang bersekongkol mengatakan mulut nabi berbau sesuatu sehingga nabi mengharamkan madu untuk menyenangkan isterinya, Hafshah dan Aisyah lah tokoh utamanya wkwk karena beliau-beliau cemburu nabi menghabiskan waktu cukup lama di rumah Sayyidah Zainab.


Pernah juga tragedi Rasulullah mengharamkan Maria Al-Qibtiyah, perempuan utusan Muqauqis Mesir yang dihadiahkan kepada Nabi dan Ibu dari Anak bungsu Nabi bernama Ibrahim. Kejadiannya ketika hari di mana Rasulullah berada di rumah Hafshah, beliau izin menemui bapaknya. Namun nabi yang ditinggal oleh Hafshah mengajak Maria main ke rumah Hafshah. Ketika Hafshah pulang dan mendapati Nabi bersama Maria di rumah Hafshah maka Hafshah sangat cemburu sampai Nabi akan mengharamkan Maria atas dirinya dengan syarat Hafshah tidak menceritakan pada isteri Nabi yang lain. akan tetapi karena manusiawinya Hafshah, terucaplah kepada sahabatnya, yaitu Aisyah.


Jadi gais dalam satu kajian disebutkan bahwa ada gengan juga di kalangan istri nabi. Kepala gengnya adalah Sayyidah Aisyah dan Ummu Salamah. Anggota geng Sayyidah Aisyah adalah Saudah, Hafshah dan Shafiyah. Sisanya masuk ke geng Ummu Salamah. Meski antar geng sendiri juga suka cemburu dan sama sama kompetisi menangin hati nabi, hehe lucu dan sarat hikmah deh pokonya. Kenapa berlomba dalam menangin hati nabi ? karena mau dapet sebaik-baik ridhonya Allah lewat Nabi-Nya.


Hafshah Ahli Puasa, Sholat Malam dan Sohib Qur’an

Memang satu keunggulan Ummahatul Mu’minin secara umum adalah ketatannya pada Allah dan rajinnya beliau-beliau dalam beribadah. Ibadah unggulan Sayyidah Hafshah adalah Puasa dan Sholat malam. sehingga Allah sangat mencintai Hafshah karena ketulusannya ini. Pun karena kemahiran baca-tulis dan kesolihan Sayyidah Hafshah beliau menjadi penjaga Al-Qur’an.


Hafshah Ditalak Cerai Nabi

Pernah karena suatu hal Rasulullah saw mentalak cerai Hafshah binti Umar. Hafshah sangat sedih, terus merenungi dirinya ditambah dimarahi bapaknya sambil dinasihati jangan sampai menjadi perempuan yang sangat rugi karena dicerai nabi. Semakin menjadi kesedihan Hafshah. Namun cintanya Allah merujuk talak satu nabi padanya. Melalui jibril Allah memberitahu bahwa “Dia itu ahli puasa, ahli sholat malam dan dia isterimu di surga” maasyaaAllah. Bukan hanya surganya Hafshah yang terjamin, sekaligus membawa kabar gembira bahwa pernikahannya dengan nabi akan langgeng sampai ke surga. maasyaaAllah. Tabarakallah.

Dear sahabatku yang baik hatinya, pernah saya dengar bahwa kalau nanti ketika di surga kita akan bersama dengan orang-orang yang kita cinta. Demikian halnya dengan pasangan, asal keduanya sama-sama beriman. Atau salah satunya dapat menjadi penolong bagi pasangannya. Jadi kalau ada salah satu pasangan dipanggil Allah duluan namun sama-sama mengikat janji untuk ketemuan di surga #ceilee sweetnya (ini kisahnya Ummu Salamah nih. Nanti bahas bareng yaa) maka janganlah yang ditinggal meninggal menikah dengan orang lain. karena jika menikah lagi maka kemungkinannya ia akan bersama pasangannya yang lebih solih bisa jadi yang meninggal duluan atau pasangan setelahnya.


Kehidupan Zuhud Bernuansa Al-Qur’an Sepeninggal Rasulullah

Sepeninggal Rasulullah saw Hafshah terus meningkatkan ibadah dan kualitasnya setiap hari. Hingga bapaknya menjadi Amirul Mu’minin kemudian Syahid di tangan seorang Majus bernama Abu Lu’luah, Hafshah tidak pernah sekalipun absen dari ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Meski bapaknya menjadi pemimpin umat tapi tak terbersit secuipun harta dan tahta dunia. Itu tak lagi menggoda bagi Hafshah yang merindukan kenikmatan abadi surga. Sehingga kemilau dunia benilai murah dimatanya.


Lembaran atau Shuhuf Al-Qur’an yang disimpan di rumah Hafshah dibukukan pada pemerintahan setelah bapaknya, yaitu Utsman bin Affan. Setelah proses kodifikasi dan pembukuan selesai maka Lembaran-lembaran Al-Qur’an dikembalikan kepada beliau sekaligus beliau diberikan satu mushaf Al-Qur’an yang sudah disatukan. Maa syaa Allah... Tabarakallah


Sayyidah Hafshah berpulang keharibaan Allah pada tahun 41 Hijriah di bulan Sya’ban. Hafshah disholatkan oleh Marwan bin Hakim, seorang Gubernur Madinah dan dimakamkan di Baqi’ oleh saudara-saudara semahramnya, yaitu Abdullah dan Ashim, bersama keponakannya juga Salim dan Hamzah. Sama halnya dengan Ummahatul mu’minin lain yang dimakamkan atau jasadnya diurus oleh mahramnya karena tidak memiliki anak.


Alhamdulillah dari Umi kita Hafshah binti umar kita belajar banyak hal. Ketaatan ibadahnya, istiqomahnya dalam puasa dan qiyamul lail hingga Allah mencintainya dan mendapat jaminan surga bersama dengan status sebagai isteri Rasulullah saw yang diboyong sampai surga. Terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat dan memberikan insight ya. Jazakumullah ahsanal jaza. Untuk kekurangan dalam penyampaian atau pembahasaan murni kesalahan saya, mohon berkenan untuk mengingatkan atau memberi kritik-saran membangun di kolom komentar atau kontak pribadi. Wassalamu’alaykum wr.wb.


Salam,

Nadya

Komentar