Bukti Di Atas Opini

“Satu peluru hanya mampu menembus satu kepala. Tapi satu tulisan mampu menembus ribuan, bahkan jutaan kepala” Sayyid Quthb.

Sebelum memulai tulisan ini, Saya sangat mengapresiasi setiap orang yang mendedikasikan dirinya untuk meningkatkan budaya literasi di kampus. Salah satunya dengan menulis, khususnya di lingkungan Universitas Negeri Jakarta.

Namun hal yang sangat menarik untuk ditelisik adalah penyikapan seorang penulis terhadap perspektif yang akan dituangkan ke dalam tulisannya. Apakah hanya sebatas opini retoris atau memang opini historis.

Lebih lanjut, akhir tahun di Universitas Negeri Jakatra sangat hangat dengan isu regenerasi. Seperti di jajaran organisasi pemerintahan, BEM. Baik dari tatanan terkecil, Prodi. Sampai ke yang lebih tinggi, Universitas.

Menyoroti hajat besar ini, berbagai orang sudah coba masuk dan menyemarakkan euforia pemilihan umum dengan karya tulisnya. Akan tetapi sangat tergelitik dengan tulisan “BEM FE UNJ Hari ini: Masihkah Memiliki Netralitas dalam Pemilu Fakultas” karya Yulyani Yogi.

Menangkap maksud utamanya yang resah dengan netralitas anggota BEM FE UNJ, terutama Badan Pengurus Harian (BPH) yang dikatakan melakukan tindakan oligarki. Kemudian adanya politik transaksional yang terjadi diantara kandidat ketua BEM FE dan terdapat oknum yang menghambat proses pemilihan umum. Dari hal ini, satu hal yang akan Saya pertanyakan. Bagaimana membuktikannya. Justru bukankah kata “Jahat” akan lebih tepat disandingkan ke pernyataan yang tidak berlandaskan bukti kuat.

“Hai Orang-Orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” Al Hujuraat: 6.

Makna dari ayat tersebut sangat dalam. Lihat kembali kata “agar tidak menimpakan musibah”. Jika suatu hal dikemukakan dengan ambiguitas yang tinggi dan kecil kemungkinannya untuk dibuktikan, sekali lagi bukankah itu dapat dikatakan sebagai fitnah?. Terlebih membawa nama lembaga. Jika memang demikian adanya, sampaikanlah dengan spesifik. Siapa yang melakukan dan apa yang dapat menjadi landasan tercetusnya pernyataan tersebut.

Dalam ranah hukum, hal seperti ini bisa digugat. Karena menyangkut nama baik. Sedangkan apa yang akan diterima oleh pelaku?. Ancaman pidana. Tidak hanya dalam bidang hukum sebenarnya, dalam disiplin ilmu ekonomi khususnya bidang studi audit, untuk memberikan suatu opini kepada publik atas kewajaran penyajian pernyataan laporan keuangan perusahaan harus ada bukti kuat yang dapat mendukung.

Disini poin besarnya adalah sebagai kaum dengan intelektualitas yang baik, kita harus dapat memperkecil kemungkinan terjadi pelanggaran dalam beropini.

Teringat betul amanat Socrates dalam “Saringan Tiga Lapis”nya. Pertama aspek kebenaran dalam informasi, kemudian kebaikan atas informasi, dan kegunaan dari informasi. Seharusnya amanat tersebut dapat diterapkan dalam setiap tindak-tanduk mahasiswa. Karena kita dapat menjadi bijak untuk menyikapi setiap hal.

Atas dasar pemaparan sebelumnya, maka terdapat tiga rekomendasi yang akan Saya ajukan kepada setiap orang yang akan atau telah menyemarakkan euforia pemilihan umum maupun lainnya. Pertama, dapat memberikan landasan yang rasional dan bukti yang jelas terhadap pernyataan yang telah dilontarkan. Kedua, berani bertanggung jawab jika memang apa yang diajukan tidak sesuai dengan fakta lapangan. Ketiga mampu menerima konsekuensi dari segala tindakan yang telah dibuat.

Salam kebermanfaatan,
Saudarimu yang menginkan kejayaan di UNJ
#PemiluFEUNJ

Komentar