Esai Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (PKMUNJ)



Sang Idaman yang Tak Kunjung Datang
Oleh : Nadya Rizma Septiarini
           
Tak disangka, nyatanya Dia yang kami damba tak kunjung tiba. Tak diduga, nyatanya Dia yang pernah ada tak kunjung menyapa. Nyaris 70 tahun, 10 bulan dan 30 hari berlalu, namun tak ada sapa. Seolah damai dan sejahtera, semua diam seribu bahasa. Kami menangis tatkala mengais rezeki, kami ratapi hidup ini tatkala kami sadari ternyata mereka tak peduli. Seakan tak ada yang terjadi, mereka merampas hak kami. Mereka memakan harta kami dan mereka mencekik kami dengan kebijakan berdalih kemaslahatan katanya. Namun benar saja tak ada yang membela. Ternyata sang idaman tak kunjung tiba.

Berbicara mengenai dia yang menjadi idaman, saat ini sungguh jelas tergambar wajah – wajahnya yang pernah menjadi pelita bagi hidup kami. Dia yang lantang menyuarakan merdeka atau mati, dia yang rela berselisih paham agar sang pusaka dapat segera dijunjung tinggi, dia yang pernah mengatakan bahwa hanya dengan 10 orang idaman, dunia dapat diguncangkan atau dia yang bersemboyan tutwuri handayani.
Tak dapat dipungkiri ternyata sungguh gemilang pencapaiannya. Mulialah dirinya karena telah membela kami. Terpujilah dia yang enggan melihat harga diri kami dan harga diri bangsa ini dihina sedemikian rupa. 

Kami ingat, setelah masanya berlalu, banyak yang menjadi lupa. Banyak yang merasa sudah puas. Banyak yang merasa perjuangan telah usai. Lebih dari itu, banyak yang mulai tergoda. Tergoda dengan rayuan menyesatkan yang akhirnya kembali menyakiti hati kami.
Namun kami sadar, ternyata masih ada dia – dia lainnya yang berusaha membela kami, mengharumkan nama bangsa ini dan bergerak dengan satu tujan, yakni untuk mengembalikan hak kami. Sampai akhirnya kami dapat mengecap manisnya kata yang disebut reformasi.

            Namun yang kami takutkan terjadi lagi. Ternyata gembar – gembor reformasi bak sebuah hegemoni. Suka yang kebanyakan duka kembali menghampiri. Seperti biasanya, kali ini kami harus menunggu kembali. Jika para idaman sebelum itu medeklarasikan sumpahnya pada 1928 yang berakhir pada kemerdekaan pada 1945, berarti kami telah diperjuangkan kurang lebih 17 tahun lamanya. Perjuangan masih berlanjut, dalam kurun waktu 53 tahun sampai datangnya kemenangan yang digadang – gadang dengan kata reformasi, dia juga masih memperjuangkan kami.
Berbeda dengan kali ini. Entah kami diperjuangkan atau dibiarkan bertebaran, yang pasti kami masih menunggu hal yang tak tentu. Sepi, itulah yang kami rasa. Pembelaan muncul, namun sepertinya bukan untuk kami. Mereka bilang pembelaan diterima, kebijakan terlahir. Tapi kami tidak merasa apa dampaknya. Duhai sedihnya diri ini. Ternyata sang idaman tak kunjung datang.


Sudah menjadi sebuah rahasia umum bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa dengan penduduk terbesar ke-empat di dunia setelah Tiongkok, India dan Amerika Serikat. Dengan perhitungan jumlah penduduk menurut CIA World Factbook pada tahun 2015 sebesar 255.993.674 jiwa (3,5% dari jumlah penduduk dunia) yang sebelumnya telah didahului oleh Tiongkok dengan jumlah penduduk sebesar 1.367.485.388 jiwa (18,8% dari jumlah penduduk dunia), India dengan jumalh penduduk sebesar 1.251.695.584 jiwa (17,2% dari jumlah penduduk dunia) dan Amerika dengan jumlah penduduk sebesar 321.368.864 jiwa (4,4% dari jumlah penduduk dunia).

Dengan banyaknya Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki, tidak serta merta dapat menjadi ketenangan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Karena ternyata banyaknya SDM tidak dapat memberikan kepastian bahwa hal tersebut bisa menjadi suatu kekuatan. Bahkan bukan tidak mungkin justru dapat menjadi ancaman yang dapat melemahkan dan kemudian perlahan – lahan mematikan gerakan perjuangan di Indonesia. 

Pada tahun dua Hijriah, sejarah pernah mencatat bahwa 313 pasukan di medan badar pernah mengalahkan 1.000 pasukan kafir. Atau ketika terjadi perang tabuk, dengan segala kesiapan persenjataan maupun pasukannya, tidak lantas menjadikan pasukan muslimin menang. Disaat kondisi semakin kritis, dengan persediaan yang sekadarnya justru barulah mereka dapat menang. Itu merupakan sejarah internasional.

Sedangkan Indonesia juga pernah mengalami hal yang sama. Disetiap gerilya yang terjadi, senjata yang digunakan oleh tentara perang hanyalah bambu runcing, belati, golok atau pedang saja ditambah dengan jumlah tentara perang yang tidak membludak. Hanya sebatas pemuda daerah itu saja yang berani berkorban untuk bangsanya. Sedangkan dari pihak lawan kita tahu bahwa pistol, senapan, tank , dan persenjataan canggih lainnya sudah dipegang. Namun, kemerdekaan dapat dijemput. Faktor pendorongnya adalah karena semangat juang dan kualitas yang dimiliki oleh tentara perang pada saat itu. 

Berbeda dengan saat ini. Jumlah penduduk yang mencapai 255.993.674 jiwa ditambah dengan kecanggihan teknologi, sarana dan prasarana yang telah tersedia justru tidak dapat memberikan keuntungan lebih yang seharusnya dapat dinikmati oleh Bangsa Indonesia. Yang terjadi justru peningkatan di dunia kriminalitas dan konsumerisme. Berbanggalah Indonesia dengan pencapaian tersebut.

Tindak kriminal dewasa ini benar – benar sudah sangat meningkat, apa yang dicari pasti ada. Berbanggalah Indonesia. Pemerkosaan, pelecehan, pembunuhan, perampokan, pembegalan, tawuran dan kekerasan dengan alat yang bermacam – macam sudah tidak dapat disebutkan kembali.

Teknologi, sarana dan prasarana memang digunakan sebagai penunjang prestasi, namun bukan dalam bidang akademik dan perbaikan yang berkelanjutan. Karena kawula muda saat ini lebih bangga untuk menggunakannya sebagai arena mencari jodoh, bergalau ria atau bermain games yang menciptakan dunianya sendiri hingga kejahatan itu terus berlangsung. Sekali lagi berbanggalah Indonesia.

Meningkatnya konsumerisme juga menjadi ladang subur bagi pengusaha mancanegara atau Investor asing yang memanfaatkan momentum AEC (Asean Economic Community) dan AFTA (Asean Free Trade Area) untuk menjadikan banyaknya populasi di Indonesia hanya sebatas penikmat. Penikmat barang jadi yang bahan bakunya merupakan kekayaan Indoenesia. Tinggal pengusaha lokal gigit jari merasakan yang terjadi akibat diobralnya Indonesia kepada pengusaha dan investor asing oleh presiden kita, Pak Joko Widodo. Maka, berbanggalah Indonesia.

            Terbukti sudah bahwa penyebab dari kemunduran bangsa saat ini terletak pada kualitas dari sumber daya manusianya. Jika saja sumber daya manusia yang telah menginjak usia produktif dapat diarahkan, dapat diajarkan dan dapat dibiasakan untuk memiliki kompetensi tersendiri sehingga mendorong dirinya agar lebih produktif, tentu saja swasembada di berbagai sektor bukan tidak mungkin dapat dikelola secara mandiri. Semua hal tersebut dapat dicapai dengan persiapan yang benar – benar matang. Masih ada satu momentum kembali yang dapat dimanfaatkan sebagai pemantik kebangkitan bangsa Indonesia, yaitu Bonus Demografi yang diperkirakan akan terjadi dalam rentang 2020 - 2030.

Namun tetap ada dua sebab – akibat. Baik dalam persiapan dan menuai kegemilangan atau seadanya dalam persiapan dan menyesal ketika waktu datang. Rasanya sudah cukup lama bangsa ini menunggu. 88 tahun bukan waktu yang sebentar dan bukan merupakan sesuatu yang dapat dibanggakan mengingat kondisi bangsa ini masih tidak baik – baik saja. 

Maka tindakan nyata perlu diambil. Apresiasi terhadap kegemilangan masa lalu bukan berarti terjebak dalam kemilau masa lampau. Namun merupakan pengingat bagi yang lupa, bahwa untuk menjemputnya telah mengorbankan begitu banyak semangat juang yang membara dan pengingat bahwa masih banyak yang menunggu untuk dikembalikan haknya.

Sekali lagi, sadarlah bahwa kita – kita ini yang sedang ditunggu. Kita – kita ini yang nyatanya dirindu dan kita – kita ini yang sedang dipandangi dengan termangu, berharap akan datang perubahan sesuai dengan apa yang ditunggu.

Komentar

  1. Saya Suryanto dari Indonesia di Kota Palu, saya mencurahkan waktu saya di sini karena janji yang saya berikan kepada Ibu ESTHER PATRICK yang kebetulan adalah Tuhan yang mengirim pemberi pinjaman online dan saya berdoa kepada TUHAN untuk dapat melihat posisi saya hari ini.

    Beberapa bulan yang lalu saya melihat komentar yang diposting oleh seorang wanita bernama Nurul Yudianto dan bagaimana dia telah scammed meminta pinjaman online, menurut dia sebelum ALLAH mengarahkannya ke tangan Ibu. ESTHER PATRICK. (ESTHERPATRICK83@GMAIL.COM)

    Saya memutuskan untuk menghubungi NURUL YUDIANTO untuk memastikan apakah itu benar dan untuk membimbing saya tentang cara mendapatkan pinjaman dari LADY ESTHER PATRICK, dia mengatakan kepada saya untuk menghubungi Lady. Saya bersikeras bahwa dia harus memberi tahu saya proses dan kriteria yang dia katakan sangat mudah. dari Ibu. ESTHER, yang perlu saya lakukan adalah menghubunginya, mengisi formulir untuk mengirim pengembalian, mengirim saya scan kartu identitas saya, kemudian mendaftar dengan perusahaan setelah itu saya akan mendapatkan pinjaman saya. . Lalu saya bertanya kepadanya bagaimana Anda mendapatkan pinjaman Anda? Dia menjawab bahwa hanya itu yang dia lakukan, yang sangat mengejutkan.

    Saya menghubungi Ibu ESTHER PATRICK dan saya mengikuti instruksi dengan hati-hati untuk saya, saya memenuhi persyaratan mereka dan pinjaman saya disetujui dengan sukses tetapi sebelum pinjaman dipindahkan ke akun saya, saya diminta membuat janji untuk membagikan kabar baik tentang Ibu. ESTHER PATRICK dan itulah mengapa Anda melihat posting ini hari ini untuk kejutan terbesar saya, saya menerima peringatan Rp350.000.000. jadi saya menyarankan semua orang yang mencari sumber tepercaya untuk mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Ibu. ESTHER PATRICK melalui email: (estherpatrick83@gmail.com)untuk mendapatkan pinjaman yang dijamin,
    Anda juga dapat menghubungi saya di Email saya: (suryantosuryanto524@gmail.com)

    BalasHapus

Posting Komentar